Shilla berjalan menuju tempat tidurnya dengan wajah berseri
dan tersenyum merekah. Helaan nafas panjang terdengar di kamar yang cukup luas
dihiasi dengan pernak – pernik dan boneka – boneka.
“Baru kali ini aku ngerasa kamu itu benar – benar ada. Ga seperti
kamu yang ada di sekolah. Rese, nyebelin dan hobi cari masalah sama aku. Kamu
itu orang pertama yang berani menghibur aku tanpa ingin tau aku itu lagi
kenapa.” Ucap Shilla dalam hati sembari melirik ke arah sebuah figura yang
terletak di atas meja kecil disamping tempat tidur Shilla.
Sebuah foto keluarga.
Seorang ayah, seorang ibu, seorang
balita dan seorang anak berusia sekitar 10 tahun. Itu foto keluarga Shilla.
Lagi – lagi, Shilla menghela nafas panjang dan memeluk erat foto tersebut.
###
Adit berjalan menuruni bukit dengan wajah yang cukup
berbinar.
“Akhirnya. Gue bisa punya temen yang bener – bener mau gue
ajak cerita. Tapi...”
Adit berhenti berjalan turun setapak dari bukit. Tangannya
melekat di dadanya dan mulai merasakan degupan jantungnya yang masih terasa
kencang.
“Masa sih gue suka sama Putri Bukit?? Kalau ternyata wajah
Putri Bukit jelek gimana? Atau kalau dia ga suka sama gue gimana?? Aduh Adit!!
Kenapa lo jadi parnoan gini?” Gumam Adit yang kemudian tersenyum sendiri.
Ketika dirinya terlarut dalam malam itu, seseorang datang
menghampiri Adit.
“Ngapain malam gini kamu disini???” Tanya orang itu –Cakra
dengan wajah heran dan penuh tanya.
“Cakra?? Lo sendiri ngapain??” Tanya Adit.
“Aku cari Kashilla. Biasanya dia disini..” Jawab Cakra
sedikit cuek.
“Kashilla?? Mana mungkin Kashilla disini. Mimpi aja elo. Gue
tiap hari disini ga pernah ngeliat dia. Jangan – jangan, dia selingkuhin elo
lagi.” Ucap Adit sembarang dan memilih untuk pergi.
Cakra pun menggeleng kepala melihat Adit dan sepertinya Cakra
menaruh curiga pada Adit.
“Tiap hari dia kesini?? Jadi Shilla?? Aku makin bingung sama
kamu, Shill. Aku makin ga yakin sama perasaan kamu selama ini. kamu bisa bohong
sama aku. Bahkan kamu juga minta Vianka bohongi aku. Kamu bilang kamu itu tiap
malam disini. Dan minta ke aku untuk ga ganggu kamu. Ternyata selama ini kamu
bohong. Kamu ga pernah ada dibukit.”
“Untuk apa sih selama setahun belakangan ini?? apa setahun
ini, kamu ngerasa aku itu ga berarti??” Pikiran Cakra pun semakin menjadi.
###
Sabtu pagi yang cerah. Seperti biasanya, pada pukul 06.50,
Vianka turun didepan gerbang sekolah dari mobil toyota Inova silver yang
dikemudian oleh supir pribadinya. Berteman cukup lama, Cakra pun mengetahui
jadwal datang sekolahnya Vian. Beberapa detik setelah Vian turun dari mobil,
Cakra pun menghampirinya.
“Pagi Vian..” Sapa Cakra dengan wajah yang cukup serius.
Vian pun mendelik dan melirik Cakra heran.
“Kenapa?? Tumben pagi – pagi gini udah nyambut gue. Pasti
ada masalah sama Shilla kan??” Tebak Vian. Dan sepertinya juga, Vian sudah
hafal sikap Cakra ketika dirinya sedang gundah.
“Selama ini apa bener Shilla itu ada dibukit belakang
sekolah??” Tanya Cakra. Vian menaikkan alis kanannya dan menyipitkan matanya
pada Cakra. Vian merasa kalau pertanyaan Cakra adalah pertanyaan bodoh.
“Ya iyalah. Udah kenal Shilla berapa lama sih? Masih ga tau
aja elo” Ucap Vian sembari menggeleng.
“Kemarin aku kebukit. Disana kamu tau aku ketemu siapa??”
“Siapa??”
“Aku ketemu Adit. dia bilang, dia tiap hari di bukit. Tapi
ga pernah ngeliat Shilla disana. Kamu ga bantu Shilla nutupin sesuatu kan??”
Tanya Cakra lagi.
“Cakra. Shilla itu tiap hari dibukit. Dia disana itu...”
“Dia disana ngapain?? Kenapa Vi??”
Vian berhenti berkomentar ketika dirinya hampir mengucapkan
suatu hal yang mungkin cukup rahasia.
“ya dia.. Shilla tiap hari disana. Dia disana Cuma buat
ngeliat bintang. Mikirin PR. Banyak deh. Udah ah. Gue mau ke kelas dulu.” Jawab
Vian sambil menghela nafas panjang. Kemudian tanpa ingin Cakra bertanya lebih
dalam, Vian pun memilih pergi.
Cakra hanya menatap Vian yang makin menjauh dari belakang.
###
Di hari sabtu pagi, biasanya SMU Karya Bangsa mengadakan
senam pagi. Kegiatan ini wajib diikuti oleh seluruh siswa dan para guru.
Lapangan yang masih ramai setelah kegiatan tersebut membuat Adit memiliki
sebuah ide cemerlang untuk berbuat jahil. Diam – diam, Adit kabur dari barisan
dan hal ini membuat Shilla yang ada di belakang baris lain menyadarinya dan
menyusul Adit diam – diam.
Diruang kelas, Adit mengeluarkan sebuah pasta lem yang warna
lem tersebut sangat bening. Dengan senyum jahil, Adit merekatkan lem tersebut
pada kursi duduk milik Shilla.
“Gue kerjain lo!” Cibir Adit yang langsung mengambil posisi
duduk di tempat duduknya dan pura – pura membaca sebuah buku ketika Kashilla
masuk.
“Elo ga ikut baris??” Tanya Shilla.
“Oh.. ehm. Gue lagi pusing, iya. ga enak badan. Takutnya
pingsan dilapangan.” Jawab Adit sekenanya tanpa memandang Shilla dan fokus pada
buku yang dibacanya.
“Oh. Efek pusing itu dahsyat ya. Sampai baca buku aja kebalik.”
Sindir Shilla yang kemudian tersenyum geli.
Adit pun membolak – balikan buku yang dibacanya.
“Rese lo..” Ucap Adit pelan. Dirinya tiba – tiba teringat
sesuatu. Kalimat demi kalimat terbesit diotakknya begitu saja.
“Waktu akan membawa kamu untuk
punya teman. Hati kamu yang akan menuntun kamu untuk berusaha baik dengan orang
yang katanya ga perduli sama kamu.”
“Karena orang yang bilang ga perduli sama lo itu mungkin aja ngerasa
sebal karena sikap kamu yang jahil. Dan mereka memilih untuk benar – benar ga perduli
sama kamu”
Shilla meletakkan sebuah botol minum di meja dan ingin
mengambil duduk dikursi yang sudah diberi lem oleh Adit. Perlahan Adit melirik
ke arah Shilla. Dengan sigap, Adit langsung menarik Shilla dan Adit pun duduk
diatas kursi yang ingin diduduki Shilla.
“Kenapa lo?? Cari masalah??” Tanya Shilla denga anda keras
karena tiba – tiba saja ditarik Adit.
“Ga boleh?? Gue kan mau duduk disini. Supaya lebih gampang
ngeliat papan tulis. Peduli amat lo. Lagian lo bisa pindah ketempat gue kan?”
Tanpa menjawab, Shilla mengambil tas dan botol minum untuk
pindah tempat duduk. Tanpa sengaja, Shilla melihat Adit yang tidak nyaman
dengan duduknya. Disekitar tempat Adit duduk, Shilla melihat pasta lem jatuh
dilantai.
“Adit.. lo mau berbuat baik aja aneh. Jujur aja susah. Kalau
sama Putri Bukit aja, lo bisa sharing tanpa rahasia.” Ucap Shilla dalam hati
dan tersenyum sendiri.
###
Di kantin sekolah, Shilla sedang makan dengan Vian. Shilla
asyik bercerita pengalamannya dengan Adit dikelas tadi. Mereka berdua terlarut
dalam tawa ketika melihat Adit lewat dengan jaket yang diikatkan dipinggang.
“Gue yakin banget kalau dia itu lagi khawatir sama celananya
yang robek. Hahaha!!” Tawa Shilla yang kelihatannya masih belum puas.
“Tapi Shill, kapan lo mau jujur sama dia? Gue takutnya dia
malu karena ternyata musuhnya adalah orang yang dianggapnya sahabat.” Tanya
Vian sambil memasukan saos sambal ke mangkuk baksonya.
“Ya gue ga akan pernah cerita. Dan gue yakin Adit ga marah.
Soalnya dia udah mulai berubah. Tadi aja dia bela – belain buat duduk di kursi
yang jelas – jelas ada lem. Lemnya malah dia sendiri yang olesin di kursi.”
Kata Shilla santai.
Tiba – tiba saja sebuah cup eskrim diletakkan dimeja.
“Masih suka eskrim??” Tanya Cakra yang ternyata datang
membawa eskrim. Cakra pun duduk disamping Shilla yang sedang minum.
“Cakra... gue kemarin hampir flu. Dan tadi pagi gue baru
minum obat. Jadi ga bisa makan eskrim. Yang ada malah beneran flu.” Jelas
Shilla yang langsung menolak eskrim yang diberi Cakra. Shilla pun mengambil eskrim
tersebut kemudian diletakkan disamping minuman Vian.
“Buat lo aja Vi..” Ucap Shilla cuek.
Vian pun melirik Cakra yang sedang kecewa.
“Ehm... gue duluan ya.” Ucap Vian yang ingin pergi dan
memberi waktu untuk Cakra dan Shilla.
“Eh. Ngapain Vi. Udah lo disini aja. Ga biasanya juga.
Apapun masalah dan pembicaraan pribadi gue sama Cakra itu, elo wajib tau!”
Shilla pun menarik tangan Vian dan memaksa Vian untuk duduk.
Dengan terpaksa, Vian pun duduk dan kembali menikmati
baksonya.
“Kemana kemarin malam?” Tanya Cakra tiba – tiba.
“Aduh Cak.,. gue bosen ngejawab pertanyaan lo. Gue itu
dibukit. Dan lo ga perlu deh nanya – nanya kalau gue ngapain aja di bukit.”
Jawab Shilla semakin cuek.
“Aku makin paham sama pikiran dan hati kamu, Shill. Mungkin
nanti malam dipesta Vira, aku akan ngomong semua sama kamu. Tentang perasaan
kamu. Dan perasaan aku...” Gumam Cakra dalam hati. Cakra pun menggeleng kepala
dan tampak kecewa dengan jawaban Shilla.
Tetapi, Shilla tetap saja cuek dan tidak melirik ke arah
Cakra sedikitpun.
###
Malam menjelang, langit hampir gelap mengucapkan selamat
tinggal pada sore hari dan matahari yang sudah nyaris terbenam. Shilla dengan
gaun putih panjang dan rambut terurai duduk diatas rumput hijau yang sedikit
basah. Menatap jauh pada kota – kota dibawah bukit.
Lagi – lagi kenangan masa lalunya muncul begitu saja. Sebuah
mobil melaju kencang dan suara rem mendadak terdengar dan terngiang keras di
telinga Shill. Dengan nafas terburu, Shilla menutup erat telinganya dan
berteriak histeris.
“ENGGAK!!!!”
“Putri! Lo kenapa??” Tanya Adit yang datang kala itu dengan
kemeja biru tua dan rompi hitam.
Adit pun menarik tangan Shilla dari telinganya dan memeluk
erat Shilla.
Kali ini suasana bukit yang gelap dan kepanikan Adit, Adit
tidak menyadari bahwa Shilla tidak memakai topi atau jaket yang biasanya
menyembunyikan identitas Shilla. Adit tidak memanfaatkan kesempatan ini untuk
mengenal siapa sosok dibalik Putri Bukit.
“Putri Bukit!! Lo kenapa??” Tanya Adit yang merasakan nafas
Putri Bukitnya berhembus cepat dipelukannya.
“Aku.. aku ngeliat kejadian itu lagi.. aku.. aku yang
salah..”
“Iya gue tau. Tapi lo tenang dulu.. tenang ya..” Adit pun
mulai memelankan suaranya untuk menenangkan Shilla. Adit merasakan Shilla yang
begitu rapuh. Dan kerapuhan yang dirasakan Adit membuat dirinya melupakan
Kashilla yang sebenarnya adalah musuhnya disekolah.
“Sekarang lo cerita. Lo itu kenapa??” Tanya Adit lagi ketika
Shilla mulai tenang.
“Iya.. iya. waktu aku masih SD. Aku lagi piknik keluarga.
Aku, adik aku dan kedua orang tua aku. Kita sangat senang dihari itu. tapi..
semuanya berakhir.. berakhir waktu kita pulang mengambil jalan pintas yang
ternyata jalan itu sedang rusak dan sedang hujan deras dimalam itu.” Jelas
Shilla sambil memejamkan matanya. Mendengar detakan jantung Adit dalam
pelukannya. Pelukan itu membuat Shilla bercerita dengan nyaman dan pelan tanpa
histeris ketika memflashback kejadian tersebut.
“Perasaan senang setelah dari piknik buat aku makin ingin
bermain lagi dengan bokap aku. Dari tempat duduk belakang mobil, aku menutup
mata papa aku. Dan...”
“Ssstttt. Lo ga usah ngelanjutin cerita itu kalau itu
menyakitkan buat lo. Gue ga mau lo sedih.” Ucap Adit.
“Cuma aku yang hidup. Aku pikir, harusnya aku yang matii.
Aku yang meninggal waktu itu. bukan papa mama aku. Dan juga bukan adik aku yang
masih kecil. Waktu dia sama orang tua aku Cuma beberapa tahun Dit...”
“Maaf ya. Selama ini gue ga tau sebab kenapa lo nangis tiba
– tiba. Gue...”
“Bukan salah kamu. Aku ga cerita kalau waktu itu aku belum
percaya kamu.”
“Jadi.. sekarang lo percaya sama gue??” Tanya Adit
tersenyum.
Shilla pun melepaskan dirinya dari pelukan Adit dan berdiri
beberapa langkah ke depan.
“Lebih dari percaya. Aku udah terjebak jauh. Aku udah
terlanjut ngasih kamu kepercayaan. Kamu itu orang kedua setelah Vianka, sahabat
aku yang tau tentang ini.” Kata Shilla sembari menikmati desiran angin malam.
Dirinya baru teringat akan pesta Vira.
“Oh iya, aku ada janji sama Cakra untuk nungguin dia di
pestanya Vira.” Ucap Shilla dalam hati.
“Maaf banget ya. Aku lupa ada janji!” Ucap Shilla yang
kemudian berlari menerobos Adit dan pergi menjauh menuju rumah Vira.
“Putri Bukit! Kashilla??”
Adit kaget ketika dirinya melihat dengan jelas Shilla yang
menerobos dan menabrak dirinya tadi.
“Guue bodoh banget ya. Mana mungkin ada Shilla disini.” Ucap
Adit yang merasa dirinya payah.
###
“Happy Birthday VIRA!!” Tulisan besar dengan hiasan warna –
warni dan berbagai pernak lain mewarnai dekorasi di berbagai sudut sebuah aula
pesta. Silih berganti tamu – tamu hadir dalam ulang tahun Vira. Termasuk Cakra
yang di kala itu memakai jas putih dengan kaos hitam dibaliknya.
Ada juga Vianka dengan balutan gaun merah berdiri disamping
Cakra yang sedang gelisah.
“Kenapa Cak??” Tanya Vian penasaran.
“Engga. Aku nunggu Kashilla. Dia udah datang??” Tanya Cakra
balik pada Vian. Vian pun menggelengkan kepalanya, pertanda dirinya tidak tau
dimana Shilla.
“Dia.. maksud aku, Shilla ga BBM, telepon, SMS atau mention
kamu??” Tanya Cakra lagi.
“Cakra. Harusnya elo yang lebih tau kemana Shilla. Bukan
gue..” Jawab Vian yang berusaha meredam pertanyaan Cakra yang pasti akan
dilontarkan lagi padanya.
“Aku ga tau, Vi.” Jawab Cakra dengan kepala sedikit
tertunduk.
“Maaf, Maaf!! Gue telat Cak, Vi... oh iya Vira mana?? Gue
belum ngucapin Happy Birthday buat dia.” Ucap Shilla yang tiba – tiba muncul
dengan nafas tersenggal – senggal.
“Kemana aja sih lo Shill??” Tanya Vian dengan wajah sedikit
cemberut.
“Maaf deh Vi.. ada kesalahan teknis tadi. Temenin gue
ngucapin selamat ultah ke Vira dong, Cak..” Kata Shilla lagi sembari menarik
pergelangan tangan Cakra.
Shilla pun berhenti menyerocos ketika Cakra tidak bergerak
ketika dirinya menarik Cakra untuk pergi menemui Vira.
“Kenapa??” Tanya Shilla sedikit heran.
Vian pun menepuk pelan bahu Cakra dan Shilla. Tanpa sepatah kata
pun, Vian berjalan pergi menjauh dari Cakra dan Shilla.
“Kenapa?”
“Aku mau bilang.. gimana kalau kita udahan.” Ucap Cakra
pelan. Wajahnya sudah sangat gugup dan entah berapa banyak keberanian yang
dikumpulkan Cakra sedari pagi tadi.
“Maksudnya udahan??” Shilla kaget dengan pernyataan Cakra
yang dianggapnya hanya sebuah lelucon yang gagal.
“Mainannya ga lucu tau ga. Udah ah, temenin gue buruan!”
Shilla mendumel dan berusaha tidak menggubris ucapan Cakra tanpa Cakra
mengulang pernyataannya.
“Kashilla.. aku serius. Kita sampai disini aja..”
Shilla terdiam. Kakinya merasa lemas ketika mendengar kata
serius yang dilontarkan Cakra. Serasa tersambar petir, Shilla makin membisu dan
berdiri dengan pikiran yang terus bertanya. ‘Kenapa, Kenapa, Kenapa dan
Kenapa????’
Suara berisik tamu – tamu, suara musik dan suara alam
mungkin saja tidak terdengar jelas oleh Shilla. Cakra pun melepaskan tangan
Shilla yang berpegangan pada pergelangan tangannya.
“Mungkin aku kelihatan egois. Tapi aku akan lebih egois
kalau aku melihat orang yang aku sayang itu engga bahagia ada disamping aku.
Maaf Shill....”
Pernyataan Cakra diakhiri dengan helaan nafas panjang. Cakra
pun pergi dari Shilla, meninggalkan aula pesta milik Vira. Mungkin setiap
ucapan kata yang diucapkan Cakra, membuat Cakra semakin tidak sanggup untuk
memutuskan hubungannya dengan Shilla.
Tapi itulah kenyataannya. Pemikiran yang dianggap Cakra
sudah sangat matang, melihat orang yang disayanginya nyaman. Tapi tidak bagi
Shilla. Sejuta pertanyaan membuat dirinya bingung.
Orang yang selalu ada buatnya, orang yang selalu
membahagiakannya, orang yang protektif padanya, orang yang menemanin hari –
harinya yang hampa, orang yang juga merupakan bagian terpenting dari dirinya
kini pergi begitu saja. Sosok seorang pelindung baik hati dan fisik Shilla
selama ini pergi.
Entah alasan apa yang membuat Cakra memutuskan hubungan
begitu saja. Perlahan dan pasti, butir – butir air mata mengalir dari sisi –
sisi mata Shilla. Vian yang saat itu berada tak jauh dari lokasi pun
menghampiri Shilla dan menarik Shilla ke tempat yang lebih sepi.
Vian pun memeluk erat sahabatnya yang sedang rapuh.
“Cakra ga adil banget vi. Alasannya ga logis. Apa dia engga
tau kalau aku nyaman sama dia. Jawab aku vi...”
“Udah Shill. Disini rame. Kita pulang ya..” Vian dan Shilla
pun pergi dari pesta dalam keadaan Shilla yang sedang menangis.
“Shilla nangis??” Ucap Adit yang baru saja tiba di pesta
Vira. Adit baru saja berpapasan dengna Shilla dan Vian yang tidak melihat
kedatangan Adit.
“Kenapa Tuh anak rese nangis??” Tanya Adit lagi pada dirinya
sendiri.
“Tapi.. kenapa gaun yang dipakai Shilla mirip dengan yang
dipakai Putri Bukit tadi?? Arghh. Ngaco banget lo Dit. Ngapain sih nyangkut
pautkan Shilla sama Putri Bukit.”
Pertentangan batin Adit mulai terjadi. Kecurigaan pun mulai
tampak. Semua masalah datang begitu saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar