When you want something, all the Universe conspires in helping you to achieve it - Paulo Coelho, The Alchemist

Jumat, 12 Oktober 2012

Shilla In Past 4


Shilla berjalan menuju tempat tidurnya dengan wajah berseri dan tersenyum merekah. Helaan nafas panjang terdengar di kamar yang cukup luas dihiasi dengan pernak – pernik dan boneka – boneka.
“Baru kali ini aku ngerasa kamu itu benar – benar ada. Ga seperti kamu yang ada di sekolah. Rese, nyebelin dan hobi cari masalah sama aku. Kamu itu orang pertama yang berani menghibur aku tanpa ingin tau aku itu lagi kenapa.” Ucap Shilla dalam hati sembari melirik ke arah sebuah figura yang terletak di atas meja kecil disamping tempat tidur Shilla.
Sebuah foto keluarga.
Seorang ayah, seorang ibu, seorang balita dan seorang anak berusia sekitar 10 tahun. Itu foto keluarga Shilla. Lagi – lagi, Shilla menghela nafas panjang dan memeluk erat foto tersebut.
###
Adit berjalan menuruni bukit dengan wajah yang cukup berbinar.
“Akhirnya. Gue bisa punya temen yang bener – bener mau gue ajak cerita. Tapi...”
Adit berhenti berjalan turun setapak dari bukit. Tangannya melekat di dadanya dan mulai merasakan degupan jantungnya yang masih terasa kencang.
“Masa sih gue suka sama Putri Bukit?? Kalau ternyata wajah Putri Bukit jelek gimana? Atau kalau dia ga suka sama gue gimana?? Aduh Adit!! Kenapa lo jadi parnoan gini?” Gumam Adit yang kemudian tersenyum sendiri.
Ketika dirinya terlarut dalam malam itu, seseorang datang menghampiri Adit.
“Ngapain malam gini kamu disini???” Tanya orang itu –Cakra dengan wajah heran dan penuh tanya.
“Cakra?? Lo sendiri ngapain??” Tanya Adit.
“Aku cari Kashilla. Biasanya dia disini..” Jawab Cakra sedikit cuek.
“Kashilla?? Mana mungkin Kashilla disini. Mimpi aja elo. Gue tiap hari disini ga pernah ngeliat dia. Jangan – jangan, dia selingkuhin elo lagi.” Ucap Adit sembarang dan memilih untuk pergi.
Cakra pun menggeleng kepala melihat Adit dan sepertinya Cakra menaruh curiga pada Adit.
“Tiap hari dia kesini?? Jadi Shilla?? Aku makin bingung sama kamu, Shill. Aku makin ga yakin sama perasaan kamu selama ini. kamu bisa bohong sama aku. Bahkan kamu juga minta Vianka bohongi aku. Kamu bilang kamu itu tiap malam disini. Dan minta ke aku untuk ga ganggu kamu. Ternyata selama ini kamu bohong. Kamu ga pernah ada dibukit.”
“Untuk apa sih selama setahun belakangan ini?? apa setahun ini, kamu ngerasa aku itu ga berarti??” Pikiran Cakra pun semakin menjadi.
###
Sabtu pagi yang cerah. Seperti biasanya, pada pukul 06.50, Vianka turun didepan gerbang sekolah dari mobil toyota Inova silver yang dikemudian oleh supir pribadinya. Berteman cukup lama, Cakra pun mengetahui jadwal datang sekolahnya Vian. Beberapa detik setelah Vian turun dari mobil, Cakra pun menghampirinya.
“Pagi Vian..” Sapa Cakra dengan wajah yang cukup serius.
Vian pun mendelik dan melirik Cakra heran.
“Kenapa?? Tumben pagi – pagi gini udah nyambut gue. Pasti ada masalah sama Shilla kan??” Tebak Vian. Dan sepertinya juga, Vian sudah hafal sikap Cakra ketika dirinya sedang gundah.
“Selama ini apa bener Shilla itu ada dibukit belakang sekolah??” Tanya Cakra. Vian menaikkan alis kanannya dan menyipitkan matanya pada Cakra. Vian merasa kalau pertanyaan Cakra adalah pertanyaan bodoh.
“Ya iyalah. Udah kenal Shilla berapa lama sih? Masih ga tau aja elo” Ucap Vian sembari menggeleng.
“Kemarin aku kebukit. Disana kamu tau aku ketemu siapa??”
“Siapa??”
“Aku ketemu Adit. dia bilang, dia tiap hari di bukit. Tapi ga pernah ngeliat Shilla disana. Kamu ga bantu Shilla nutupin sesuatu kan??” Tanya Cakra lagi.
“Cakra. Shilla itu tiap hari dibukit. Dia disana itu...”
“Dia disana ngapain?? Kenapa Vi??”
Vian berhenti berkomentar ketika dirinya hampir mengucapkan suatu hal yang mungkin cukup rahasia.
“ya dia.. Shilla tiap hari disana. Dia disana Cuma buat ngeliat bintang. Mikirin PR. Banyak deh. Udah ah. Gue mau ke kelas dulu.” Jawab Vian sambil menghela nafas panjang. Kemudian tanpa ingin Cakra bertanya lebih dalam, Vian pun memilih pergi.
Cakra hanya menatap Vian yang makin menjauh dari belakang.
###
Di hari sabtu pagi, biasanya SMU Karya Bangsa mengadakan senam pagi. Kegiatan ini wajib diikuti oleh seluruh siswa dan para guru. Lapangan yang masih ramai setelah kegiatan tersebut membuat Adit memiliki sebuah ide cemerlang untuk berbuat jahil. Diam – diam, Adit kabur dari barisan dan hal ini membuat Shilla yang ada di belakang baris lain menyadarinya dan menyusul Adit diam – diam.
Diruang kelas, Adit mengeluarkan sebuah pasta lem yang warna lem tersebut sangat bening. Dengan senyum jahil, Adit merekatkan lem tersebut pada kursi duduk milik Shilla.
“Gue kerjain lo!” Cibir Adit yang langsung mengambil posisi duduk di tempat duduknya dan pura – pura membaca sebuah buku ketika Kashilla masuk.
“Elo ga ikut baris??” Tanya Shilla.
“Oh.. ehm. Gue lagi pusing, iya. ga enak badan. Takutnya pingsan dilapangan.” Jawab Adit sekenanya tanpa memandang Shilla dan fokus pada buku yang dibacanya.
“Oh. Efek pusing itu dahsyat ya. Sampai baca buku aja kebalik.” Sindir Shilla yang kemudian tersenyum geli.
Adit pun membolak – balikan buku yang dibacanya.
“Rese lo..” Ucap Adit pelan. Dirinya tiba – tiba teringat sesuatu. Kalimat demi kalimat terbesit diotakknya begitu saja.
“Waktu akan membawa kamu untuk punya teman. Hati kamu yang akan menuntun kamu untuk berusaha baik dengan orang yang katanya ga perduli sama kamu.”
“Karena orang yang bilang ga perduli sama lo itu mungkin aja ngerasa sebal karena sikap kamu yang jahil. Dan mereka memilih untuk benar – benar ga perduli sama kamu”
Shilla meletakkan sebuah botol minum di meja dan ingin mengambil duduk dikursi yang sudah diberi lem oleh Adit. Perlahan Adit melirik ke arah Shilla. Dengan sigap, Adit langsung menarik Shilla dan Adit pun duduk diatas kursi yang ingin diduduki Shilla.
“Kenapa lo?? Cari masalah??” Tanya Shilla denga anda keras karena tiba – tiba saja ditarik Adit.
“Ga boleh?? Gue kan mau duduk disini. Supaya lebih gampang ngeliat papan tulis. Peduli amat lo. Lagian lo bisa pindah ketempat gue kan?”
Tanpa menjawab, Shilla mengambil tas dan botol minum untuk pindah tempat duduk. Tanpa sengaja, Shilla melihat Adit yang tidak nyaman dengan duduknya. Disekitar tempat Adit duduk, Shilla melihat pasta lem jatuh dilantai.
“Adit.. lo mau berbuat baik aja aneh. Jujur aja susah. Kalau sama Putri Bukit aja, lo bisa sharing tanpa rahasia.” Ucap Shilla dalam hati dan tersenyum sendiri.
###
Di kantin sekolah, Shilla sedang makan dengan Vian. Shilla asyik bercerita pengalamannya dengan Adit dikelas tadi. Mereka berdua terlarut dalam tawa ketika melihat Adit lewat dengan jaket yang diikatkan dipinggang.
“Gue yakin banget kalau dia itu lagi khawatir sama celananya yang robek. Hahaha!!” Tawa Shilla yang kelihatannya masih belum puas.
“Tapi Shill, kapan lo mau jujur sama dia? Gue takutnya dia malu karena ternyata musuhnya adalah orang yang dianggapnya sahabat.” Tanya Vian sambil memasukan saos sambal ke mangkuk baksonya.
“Ya gue ga akan pernah cerita. Dan gue yakin Adit ga marah. Soalnya dia udah mulai berubah. Tadi aja dia bela – belain buat duduk di kursi yang jelas – jelas ada lem. Lemnya malah dia sendiri yang olesin di kursi.” Kata Shilla santai.
Tiba – tiba saja sebuah cup eskrim diletakkan dimeja.
“Masih suka eskrim??” Tanya Cakra yang ternyata datang membawa eskrim. Cakra pun duduk disamping Shilla yang sedang minum.
“Cakra... gue kemarin hampir flu. Dan tadi pagi gue baru minum obat. Jadi ga bisa makan eskrim. Yang ada malah beneran flu.” Jelas Shilla yang langsung menolak eskrim yang diberi Cakra. Shilla pun mengambil eskrim tersebut kemudian diletakkan disamping minuman Vian.
“Buat lo aja Vi..” Ucap Shilla cuek.
Vian pun melirik Cakra yang sedang kecewa.
“Ehm... gue duluan ya.” Ucap Vian yang ingin pergi dan memberi waktu untuk Cakra dan Shilla.
“Eh. Ngapain Vi. Udah lo disini aja. Ga biasanya juga. Apapun masalah dan pembicaraan pribadi gue sama Cakra itu, elo wajib tau!” Shilla pun menarik tangan Vian dan memaksa Vian untuk duduk.
Dengan terpaksa, Vian pun duduk dan kembali menikmati baksonya.
“Kemana kemarin malam?” Tanya Cakra tiba – tiba.
“Aduh Cak.,. gue bosen ngejawab pertanyaan lo. Gue itu dibukit. Dan lo ga perlu deh nanya – nanya kalau gue ngapain aja di bukit.” Jawab Shilla semakin cuek.
“Aku makin paham sama pikiran dan hati kamu, Shill. Mungkin nanti malam dipesta Vira, aku akan ngomong semua sama kamu. Tentang perasaan kamu. Dan perasaan aku...” Gumam Cakra dalam hati. Cakra pun menggeleng kepala dan tampak kecewa dengan jawaban Shilla.
Tetapi, Shilla tetap saja cuek dan tidak melirik ke arah Cakra sedikitpun.
###
Malam menjelang, langit hampir gelap mengucapkan selamat tinggal pada sore hari dan matahari yang sudah nyaris terbenam. Shilla dengan gaun putih panjang dan rambut terurai duduk diatas rumput hijau yang sedikit basah. Menatap jauh pada kota – kota dibawah bukit.
Lagi – lagi kenangan masa lalunya muncul begitu saja. Sebuah mobil melaju kencang dan suara rem mendadak terdengar dan terngiang keras di telinga Shill. Dengan nafas terburu, Shilla menutup erat telinganya dan berteriak histeris.
“ENGGAK!!!!”
“Putri! Lo kenapa??” Tanya Adit yang datang kala itu dengan kemeja biru tua dan rompi hitam.
Adit pun menarik tangan Shilla dari telinganya dan memeluk erat Shilla.
Kali ini suasana bukit yang gelap dan kepanikan Adit, Adit tidak menyadari bahwa Shilla tidak memakai topi atau jaket yang biasanya menyembunyikan identitas Shilla. Adit tidak memanfaatkan kesempatan ini untuk mengenal siapa sosok dibalik Putri Bukit.
“Putri Bukit!! Lo kenapa??” Tanya Adit yang merasakan nafas Putri Bukitnya berhembus cepat dipelukannya.
“Aku.. aku ngeliat kejadian itu lagi.. aku.. aku yang salah..”
“Iya gue tau. Tapi lo tenang dulu.. tenang ya..” Adit pun mulai memelankan suaranya untuk menenangkan Shilla. Adit merasakan Shilla yang begitu rapuh. Dan kerapuhan yang dirasakan Adit membuat dirinya melupakan Kashilla yang sebenarnya adalah musuhnya disekolah.
“Sekarang lo cerita. Lo itu kenapa??” Tanya Adit lagi ketika Shilla mulai tenang.
“Iya.. iya. waktu aku masih SD. Aku lagi piknik keluarga. Aku, adik aku dan kedua orang tua aku. Kita sangat senang dihari itu. tapi.. semuanya berakhir.. berakhir waktu kita pulang mengambil jalan pintas yang ternyata jalan itu sedang rusak dan sedang hujan deras dimalam itu.” Jelas Shilla sambil memejamkan matanya. Mendengar detakan jantung Adit dalam pelukannya. Pelukan itu membuat Shilla bercerita dengan nyaman dan pelan tanpa histeris ketika memflashback kejadian tersebut.
“Perasaan senang setelah dari piknik buat aku makin ingin bermain lagi dengan bokap aku. Dari tempat duduk belakang mobil, aku menutup mata papa aku. Dan...”
“Ssstttt. Lo ga usah ngelanjutin cerita itu kalau itu menyakitkan buat lo. Gue ga mau lo sedih.” Ucap Adit.
“Cuma aku yang hidup. Aku pikir, harusnya aku yang matii. Aku yang meninggal waktu itu. bukan papa mama aku. Dan juga bukan adik aku yang masih kecil. Waktu dia sama orang tua aku Cuma beberapa tahun Dit...”
“Maaf ya. Selama ini gue ga tau sebab kenapa lo nangis tiba – tiba. Gue...”
“Bukan salah kamu. Aku ga cerita kalau waktu itu aku belum percaya kamu.”
“Jadi.. sekarang lo percaya sama gue??” Tanya Adit tersenyum.
Shilla pun melepaskan dirinya dari pelukan Adit dan berdiri beberapa langkah ke depan.
“Lebih dari percaya. Aku udah terjebak jauh. Aku udah terlanjut ngasih kamu kepercayaan. Kamu itu orang kedua setelah Vianka, sahabat aku yang tau tentang ini.” Kata Shilla sembari menikmati desiran angin malam.
Dirinya baru teringat akan pesta Vira.
“Oh iya, aku ada janji sama Cakra untuk nungguin dia di pestanya Vira.” Ucap Shilla dalam hati.
“Maaf banget ya. Aku lupa ada janji!” Ucap Shilla yang kemudian berlari menerobos Adit dan pergi menjauh menuju rumah Vira.
“Putri Bukit! Kashilla??”
Adit kaget ketika dirinya melihat dengan jelas Shilla yang menerobos dan menabrak dirinya tadi.
“Guue bodoh banget ya. Mana mungkin ada Shilla disini.” Ucap Adit yang merasa dirinya payah.
###
“Happy Birthday VIRA!!” Tulisan besar dengan hiasan warna – warni dan berbagai pernak lain mewarnai dekorasi di berbagai sudut sebuah aula pesta. Silih berganti tamu – tamu hadir dalam ulang tahun Vira. Termasuk Cakra yang di kala itu memakai jas putih dengan kaos hitam dibaliknya.
Ada juga Vianka dengan balutan gaun merah berdiri disamping Cakra yang sedang gelisah.
“Kenapa Cak??” Tanya Vian penasaran.
“Engga. Aku nunggu Kashilla. Dia udah datang??” Tanya Cakra balik pada Vian. Vian pun menggelengkan kepalanya, pertanda dirinya tidak tau dimana Shilla.
“Dia.. maksud aku, Shilla ga BBM, telepon, SMS atau mention kamu??” Tanya Cakra lagi.
“Cakra. Harusnya elo yang lebih tau kemana Shilla. Bukan gue..” Jawab Vian yang berusaha meredam pertanyaan Cakra yang pasti akan dilontarkan lagi padanya.
“Aku ga tau, Vi.” Jawab Cakra dengan kepala sedikit tertunduk.
“Maaf, Maaf!! Gue telat Cak, Vi... oh iya Vira mana?? Gue belum ngucapin Happy Birthday buat dia.” Ucap Shilla yang tiba – tiba muncul dengan nafas tersenggal – senggal.
“Kemana aja sih lo Shill??” Tanya Vian dengan wajah sedikit cemberut.
“Maaf deh Vi.. ada kesalahan teknis tadi. Temenin gue ngucapin selamat ultah ke Vira dong, Cak..” Kata Shilla lagi sembari menarik pergelangan tangan Cakra.
Shilla pun berhenti menyerocos ketika Cakra tidak bergerak ketika dirinya menarik Cakra untuk pergi menemui Vira.
“Kenapa??” Tanya Shilla sedikit heran.
Vian pun menepuk pelan bahu Cakra dan Shilla. Tanpa sepatah kata pun, Vian berjalan pergi menjauh dari Cakra dan Shilla.
“Kenapa?”
“Aku mau bilang.. gimana kalau kita udahan.” Ucap Cakra pelan. Wajahnya sudah sangat gugup dan entah berapa banyak keberanian yang dikumpulkan Cakra sedari pagi tadi.
“Maksudnya udahan??” Shilla kaget dengan pernyataan Cakra yang dianggapnya hanya sebuah lelucon yang gagal.
“Mainannya ga lucu tau ga. Udah ah, temenin gue buruan!” Shilla mendumel dan berusaha tidak menggubris ucapan Cakra tanpa Cakra mengulang pernyataannya.
“Kashilla.. aku serius. Kita sampai disini aja..”
Shilla terdiam. Kakinya merasa lemas ketika mendengar kata serius yang dilontarkan Cakra. Serasa tersambar petir, Shilla makin membisu dan berdiri dengan pikiran yang terus bertanya. ‘Kenapa, Kenapa, Kenapa dan Kenapa????’
Suara berisik tamu – tamu, suara musik dan suara alam mungkin saja tidak terdengar jelas oleh Shilla. Cakra pun melepaskan tangan Shilla yang berpegangan pada pergelangan tangannya.
“Mungkin aku kelihatan egois. Tapi aku akan lebih egois kalau aku melihat orang yang aku sayang itu engga bahagia ada disamping aku. Maaf Shill....”
Pernyataan Cakra diakhiri dengan helaan nafas panjang. Cakra pun pergi dari Shilla, meninggalkan aula pesta milik Vira. Mungkin setiap ucapan kata yang diucapkan Cakra, membuat Cakra semakin tidak sanggup untuk memutuskan hubungannya dengan Shilla.
Tapi itulah kenyataannya. Pemikiran yang dianggap Cakra sudah sangat matang, melihat orang yang disayanginya nyaman. Tapi tidak bagi Shilla. Sejuta pertanyaan membuat dirinya bingung.
Orang yang selalu ada buatnya, orang yang selalu membahagiakannya, orang yang protektif padanya, orang yang menemanin hari – harinya yang hampa, orang yang juga merupakan bagian terpenting dari dirinya kini pergi begitu saja. Sosok seorang pelindung baik hati dan fisik Shilla selama ini pergi.
Entah alasan apa yang membuat Cakra memutuskan hubungan begitu saja. Perlahan dan pasti, butir – butir air mata mengalir dari sisi – sisi mata Shilla. Vian yang saat itu berada tak jauh dari lokasi pun menghampiri Shilla dan menarik Shilla ke tempat yang lebih sepi.
Vian pun memeluk erat sahabatnya yang sedang rapuh.
“Cakra ga adil banget vi. Alasannya ga logis. Apa dia engga tau kalau aku nyaman sama dia. Jawab aku vi...”
“Udah Shill. Disini rame. Kita pulang ya..” Vian dan Shilla pun pergi dari pesta dalam keadaan Shilla yang sedang menangis.
“Shilla nangis??” Ucap Adit yang baru saja tiba di pesta Vira. Adit baru saja berpapasan dengna Shilla dan Vian yang tidak melihat kedatangan Adit.
“Kenapa Tuh anak rese nangis??” Tanya Adit lagi pada dirinya sendiri.
“Tapi.. kenapa gaun yang dipakai Shilla mirip dengan yang dipakai Putri Bukit tadi?? Arghh. Ngaco banget lo Dit. Ngapain sih nyangkut pautkan Shilla sama Putri Bukit.”
Pertentangan batin Adit mulai terjadi. Kecurigaan pun mulai tampak. Semua masalah datang begitu saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar